Senin, 10 Juni 2013

Pendidikan sebagai sebuah proses belajar memang tidak cukup dengan sekedar mengejar masalah kecerdasannya saja. Berbagai potensi anak didik atau subyek belajar lainnya juga harus mendapatkan perhatian yang proporsional agar berkembang secara optimal. Karena itulah aspek atau factor rasa atau emosi maupun ketrampilan fisik juga perlu mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang.
Sejalan dengan pengertian kognitif afektif psikomotorik tersebut, kita juga mengenal istilah cipta, rasa, dan karsa yang dicetuskan tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara. Konsep ini juga mengakomodasi berbagai potensi anak didik. Baik menyangkut aspek cipta yang berhubungan dengan otak dan kecerdasan, aspek rasa yang berkaitan dengan emosi dan perasaan, serta karsa atau keinginan nmaupun ketrampilan yang lebih bersifat fisik.
Konsep kognitif, afektif, dan psikomotorik dicetuskan oleh Benyamin Bloom pada tahun 1956. Karena itulah konsep tersebut juga dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom.
Pengertian kognitif afektif psikomotorik dalam Taksonomi Bloom ini membagi adanya 3 domain, ranah atau kawasan potensi manusia belajar. Dalam setiap ranah ini juga terbagi lagi ke dalam beberapa tingkatan yang lebih detail. Ketiga ranah itu meliputi :
1. Kognitif (proses berfikir )
Kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, menegtahui dan memecahkan masalah.
Menurut Bloom (1956) tujuan domain kognitif terdiri atas enam bagian :
a. Pengetahuan (knowledge)
mengacu kepada kemampuan mengenal materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar.
b. Pemahaman (comprehension)
Mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berfikir yang rendah.
c. Penerapan (application)
Mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
d. Analisis (analysis)
Mengacu kepada kemampun menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor-faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan.
e. Sintesa (evaluation)
Mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerluakn tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berfikir yang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
f. Evaluasi (evaluation)
Mengacu kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berfikir yang tinggi.
Urutan-urutan seperti yang dikemukakan di atas, seperti ini sebenarnya masih mempunyai bagian-bagian lebih spesifik lagi. Di mana di antara bagian tersebut akan lebih memahami akan ranah-ranah psikologi sampai di mana kemampuan pengajaran mencapai Introduktion Instruksional. Seperti evaluasi terdiri dari dua kategori yaitu “Penilaian dengan menggunakan kriteria internal” dan “Penilaian dengan menggunakan kriteria eksternal”. Keterangan yang sederhana dari aspek kognitif seperti dari urutan-urutan di atas, bahwa sistematika tersebut adalah berurutan yakni satu bagian harus lebih dikuasai baru melangkah pada bagian lain.
Aspek kognitif lebih didominasi oleh alur-alur teoritis dan abstrak. Pengetahuan akan menjadi standar umum untuk melihat kemampuan kognitif seseorang dalam proses pengajaran.

2. Afektif (Nilai atau Sikap)
Afektif atau intelektual adalah mengenai sikap, minat, emosi, nilai hidup dan operasiasi siswa.
Menurut Krathwol (1964) klasifikasi tujuan domain afektif terbagi lima kategori :
a. Penerimaan (recerving)
Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.
b. Pemberian respon atau partisipasi (responding)
Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara afektif, menjadi peserta dan tertarik.
c. Penilaian atau penentuan sikap (valung)
Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sikap dan opresiasi”.
d. Organisasi (organization)
Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
e. Karakterisasi / pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex)
Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa.
Variable-variabel di atas juga telah memberikan kejelasan bagi proses pemahaman taksonomi afektif ini, berlangsungnya proses afektif adalah akibat perjalanan kognitif terlebih dahulu seperti pernah diungkapkan bahwa:
“Semua sikap bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengatahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok atau orang hubungan kita dengan mereka pasti di dasarkan pada informasi yanag kita peroleh tentang sifat-sifat mereka.”
Bidang afektif dalam psikologi akan memberi peran tersendiri untuk dapat menyimpan menginternalisasikan sebuah nilai yang diperoleh lewat kognitif dan kemampuan organisasi afektif itu sendiri. Jadi eksistensi afektif dalam dunia psikologi pengajaran adalah sangat urgen untuk dijadikan pola pengajaran yang lebih baik tentunya.

3. Psikomotorik (Keterampilan)
Psikomotorik adalah kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan fisik.
Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori yaitu :
a. Peniruan
terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
b. Manipulasi
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
c. Ketetapan
memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
d. Artikulasi
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda.
e. Pengalamiahan
Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa domain psikomotorik dalam taksonomi instruksional pengajaran adalah lebih mengorientasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, di mana sebagai fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang terdapat lewat kognitif dan diinternalisasikan lewat afektif sehingga mengorganisasi dan diaplikasikan dalam bentuk nyata oleh domain psikomotorik ini.
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:
  1. Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka?
  2. Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?
  3. Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

tujuan mata pelajaran fisika



Mata pelajaran Fisika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

  1. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur,  obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain
  3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
  4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif
  5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
sumber nya lupa

Selasa, 09 Oktober 2012

TEKNOLOGI HIBRID BERBASIS SURYA DAN ANGIN



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Dalam kondisi krisis energi sekarang ini negara-negara di dunia berlomba untuk mencari dan memanfaatkan sumber energi alternatif untuk menjaga keamanan ketersediaan sumber energinya. Krisis energi ini dikarenakan beberapa sebab diantaranya semakin berkurangnya sumber daya alam terutama minyak bumi dan makin bertambahnya jumlah sarana industri yang membutuhkan pasokan energi dari sumber daya alam tadi. Dengan semakin berkembangnya teknologi di dunia, kebutuhan energi di dunia juga ikut meningkat. Kenaikan kebutuhan energi tersebut akan terus meningkat seiring kenaikan angka pertumbuhan penduduk di dunia. Sebagian besar energi yang dikonsumsi merupakan energi fosil yang tidak dapat diperbaharui (irenewable resources). Ketersediaan energi fosil sebagai sumber energi utama sangat terbatas dan terus mengalami ancaman kelangkaan kerena penggunaan energi tersebut dalam skala besar dan secara terus menerus. Perlu adanya sumber energi alternatif baru yang dapat diperbaharui (renewable resources) untuk menggantikan sumber energi fosil. Selain itu angka polusi yang diakibatkan dari pembangkitan energi bahan bakar fosil tersebut sangat besar.
Energi terbarukan yang berkembang pesat di dunia saat ini adalah energi angin dan energi matahari.  Sumber energi angin dan surya merupakan sumber energi terbarukan yang bersih dan tersedia secara bebas (free). Masalah utama dari kedua jenis energi tersebut adalah tidak tersedia terus menerus. Energi surya hanya tersedia pada siang hari ketika cuaca cerah (tidak mendung atau hujan). Sedangkan energi angin tersedia pada waktu yang seringkali tidak dapat diprediksi (sporadic), dan sangat berfluktuasi tergantung cuaca atau musim. Untuk mengatasi permasalahan di atas, teknik hibrid banyak digunakan untuk menggabungkan beberapa jenis pembangkit listrik, seperti pembangkit energi angin, surya, dan diesel, pembangkit energi angin dan surya, pembangkit energi angin dan diesel. Dalam teknik hibrid ini, pada umumnya baterai digunakan sebagai penyimpan energi sementara, dan sebuah pengendali digunakan untuk mengoptimalkan pemakaian energi dari masing-masing sumber dan baterai, disesuaikan dengan beban dan ketersedian energi dari sumber energi yang digunakan.
            Mengingat bervariasinya lingkungan yang menentukan ketersediaan sumber energi angin dan surya, diperlukan pemodelan pembangkit energi angin dan listrik serta baterai penyimpanan untuk mempermudah perancangan dan analisa sistem pembangkit tersebut. Demikian juga pemodelan sistem hibrid juga diperlukan dalam perancangan pengendali hibrid untuk mengoptimalkan kinerja masing-masing pembangkit yang digunakan.

1.2   Rumusan Masalah
1.      Kelebihan dan kekurangan teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin dibandingkan dengan teknologi berbasis hanya salah satu dari energi surya atau angin.
2.      Alat-alat rumah tangga apa saja yang mungkin dapat didisain untuk dioperasikan dengan teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin.
3.      Daerah-daerah yang berpotensi menggunakan teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin .
4.      Mekanisme kerja teknologi hibrid berbasisenergi surya dan angin.
5.      Pemilihan model sistem teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin
6.      Upaya  mengoptimalkan penerapan teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin di Indonesia.

1.3  Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui kelebihan dan kekurangan teknologi hibrid berbasis surya dan angin untuk menjadi solusi krisis sumber energi.
2.    Mengetahui potensi teknologi hibrid berbasis surya dan angin di indonesia untuk sumber energi yang terbarukan yang bebas polusi.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1            Potensi Energi Surya dan Angin di Indonesia

2.1.1        Ketersedian energi terbarukan dan tidak terbarukan di indonesia
Terdapat beberapa anggapan yang keliru mengenai energi di Indonesia diantaranya:
1.        Indonesia adalah Negara yang kaya minyak, padahal tidak. Kita lebih banyak memiliki energi lain seperti batubara, gas, CBM (Coal Bed Methane), panas bumi, air, BBN (Bahan Bakar Nabati) dan sebagainya,
2.        Harga BBM (Bahan Bakar Minyak) harus murah sekali tanpa berpikir bahwa hal ini menyebabkan terkurasnya dana Pemerintah untuk subsidi harga BBM, ketergantungan kita kepada BBM yang berkelanjutan serta kepada impor minyak dan BBM yang makin lama makin besar serta makin sulitnya energi lain berkembang,
3.        investor akan datang dengan sendirinya tanpa perlu kita bersikap bersahabat dan memberikan iklim investasi yang baik,
4.        peningkatan kemampuan Nasional akan terjadi dengan sendirinya tanpa keberpihakan Pemerintah.
Potensi Energi Nasional 2010 (Sumber: ESDM  2011) diberikan pada Tabel 1 yang terdiri dari energi fosil dan energi non fosil. Terlihat bahwa cadangan terbukti minyak Indonesia tinggal 3,7 milyar barel.  Justru, kita lebih banyak memiliki energi non minyak.



Tabel 1 Potensi Energi Nasional 2010
No
ENERGI FOSIL (TIDAK TERBARUKAN)
SUMBER DAYA
CADANGAN TERBUKTI
POTENSIAL (Probable+Possible)
PRODUKSI
(per Tahun)
1
Minyak Bumi (milyar barel)
56,6
3,7
4,3
0,346
2
Gas Bumi (TSCF)
334,5
112,4
57,6
2,9
3
Batubara (milyar ton)
104,8
5,5
13,3
0,254
4
Coal Bed Methane/CBM (TSCF)
453
-
-
-
5
Shale gas (TSCF)
574
-
-
-

  NO
ENERGI TERBARUKAN
SUMBER DAYA
(SD)
KAPASITAS TERPASANG (KT)
RASIO KT/SD
(%)
1
Tenaga Air
75,670 MW
5,705.29 MW
7.54
2
Panas Bumi
29,038 MW
1,189 MW
4.00
3
Mini/Mikro Hydro
769.69 MW
217.89 MW
28.31
4
Biomass
49,810 MW
1,618.40 MW
3.25
5
Tenaga Surya
4.80 kWh/m2/day
13.5 MW
-
6
Tenaga Angin
3 – 6 m/s
1.87 MW
-
7
Uranium
3.000 MW
(e.q. 24,112 ton) for 11 years*)
30 MW
1.00
*) Hanya di Kalan – West Kalimantan
     Sumber ESDM 2011
Produksi dan Cadangan Terbukti Minyak kita turun terus. Walaupun cadangan terbukti gas kita empat kali lipat cadangan Minyak tetapi program konversi Minyak ke Gas Domestik tidak berjalan mulus. 52 persen gas diekspor. Program 10.000 MW PLTU (Uap) Batubara tidak berjalan mulus dan 70 persen  produksi batubara kita diekspor. PLTA (Air)  di luar Jawa kurang berkembang. Program Bahan Bakar Nabati tidak berjalan seperti yang diharapkan.  PLTS (Surya) dan PLTB (Bayu) banyak yang tidak berfungsi lagi. Berarti ada yang tidak pas di Negeri ini. Marilah kita evaluasi satu per satu.
Minyak kurang berkembang karena sistem fiskal dan iklim investasi yang kurang menarik. Gas kurang termanfaatkan untuk domestik karena harga domestik yang tidak menarik dan tidak disiapkannya infrastruktur dimasa lalu. PLTU batubara 10.000 MW kurang berkembang karena terdapat masalah  negosiasi, birokrasi dan koordinasi. Kebanyakan batubara diekspor karena harga domestik yang kurang menarik dibandingkan harga ekspor. PLTA kurang berkembang karena masalah birokrasi, koordinasi, promosi dan kemauan politik untuk mengembangkan industri di luar Jawa. Panasbumi kurang berkembang karena harga domestik yang tidak menarik di masa lalu. Bioenergi kurang berkembang karena masalah harga, peraturan, insentif, birokrasi, koordinasi  dan litbang. Surya dan bayu tidak terawat karena kurang dikembangkan litbang dan Kemampuan Nasional disamping masalah birokrasi dan koordinasi. Konservasi kurang berhasil karena harga energi murah, peraturan (kurangnya insentif untuk penghematan energi), kurangnya transportasi umum yang baik dan kurangnya dukungan bagi litbang serta kurangnya peningkatan kemampuan nasional untuk itu.
Menurut International Sustainable Energy Organization (ISEO) Biaya Energi Terbarukan seperti Energi Surya, Energi Angin, Panasbumi, Arus Laut dan Hidrogen akan turun di masa depan, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga Air (PLTA) akan naik (walaupun masih tetap rendah). Biaya Energi Tak Terbarukan seperti Minyak, Gas, Batubara dan Nuklir akan naik  di masa depan.

2.1.2        Potensi energi  surya di Indonesia
Tenaga surya atau solar sel merupakan salah satu sumber yang cukup menjanjikan di Indonesia. Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69 % dari total energi pancaran matahari. Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x  joule pertahun, energi ini setara dengan 2 x  Watt. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1 persen saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10 % sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini.
Pada tengah hari yang cerah radiasi sinar matahari mampu mencapai 1000 Watt/m2. Jika sebuah divais semikonductor seluas 1 m2 memiliki efisiensi 10 % maka modul solar sel ini mampu memberikan tenaga listrik sebesar 100 Watt. Saat ini efisiensi modul solar sel komersial berkisar antara 5 – 15 % tergantung material penyusunnya. Karena fleksibel, sel surya yang dihasilkan bisa dibentuk seperti genting, jendela, atau bentuk bagian bangunan lainnya.
Indonesia terletak di garis katulistiwa, sehingga  Indonesia mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia (Irawan dan Ira Fitriana : 2005).  Dengan berlimpahnya sumber energi surya yang belum dimanfaatkan secara optimal, sedangkan di sisi lain ada sebagian wilayah Indonesia yang belum terlistriki karena tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN, sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan sistemnya yang modular dan mudah dipindahkan merupakan salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan  sebagai salah satu pembangkit listrik alternatif.
2.1.3        Potensi energi  angin di Indonesia.
            Energi angin sebagai renewable energy dianggap sebagai energi yang murah bahkan gratis karena dapat ditemukan langsung di alam dan merupakan sumber energi yang jika digunakan akan mengurangi level emisi gas rumah kaca yang biasanya dihasilkan oleh sumber energi fosil, berarti energi angin bisa dikatakan sebagai jawaban dari masalah lingkungan. Energi angin sudah mulai dikembangkan di Indonesia dalam bentuk pembuatan pembangkit listrik tenaga angin atau di Indonesia disebut pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), namun PLTB ini masih tahap pengembangan dan percontohan,perhatian pemerintah sepertinya masih berfokus pada sumber energi fosil yang dikatakan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi dan masih cukup efisien jika digunakan sebagai pembangkit listrik, padahal negara kita menjadi tuan rumah dalam konferensi perubahan iklim.
Pembangkit listrik tenaga angin memanfaatkan energi kinetik dari angin yang bergantung kepada kecepatan angin untuk menggerakkan turbin angin, di mana energi kinetik dari angin akan menjadi energi mekanik untuk membuat turbin berputar, turbin ini dihubungkan langsung dengan rotor dari generator, generator inilah yang akan mengubah energi mekanik menjadi energi listrik, energi listrik yang dihasilkan akan disimpan didalam battery/accu sebelum dapat dimanfaatkan.
            Potensi energi angin di Indonesia cukup melimpah jika dilihat dari panjangnya garis pantai Indonesia yang mencapai ± 80.791,42 Km, karena kawasan pesisir dinilai cocok dalam pengembangan pembangkit listrik ini, dari data milik Departemen ESDM RI yang disebut Blueprint Energi Nasional (BEN) dikatakan bahwa potensi PLTB di Indonesia bisa mencapai 9,29 GW,sedangkan saat ini baru sekitar 0,5 GW yang dikembangkan, hal ini membuktikan bahwa minat mengembangkan teknologi ini masih sangat minim, dapat dibayangkan jika PLTB mengurangi penggunaan pembangkit listrik tenaga fosil, maka emisi karbon yang dihasilkan oleh Indonesia akan menurun drastis.
Sebagai negara yang berada di ekuator, potensi dari PLTB memang tidak terlalu besar. Akan tetapi berdasarkan data yang ada, ada beberapa daerah di Indonesia, misal NTB dan NTT, yang mempunyai potensi bagus. Sebagian besar daerah di Indonesia mempunyai kecepatan angin rata-rata sekitar 4 m/s, kecuali di dua propinsi tersebut. Oleh sebab itu, PLTB yang cocok dikembangkan di Indonesia adalah pembangkit dengan kapasitas di bawah 100 kW. Tentu saja ini berbeda dengan Eropa yang berkonsentrasi untuk mengembangkan PLTB dengan kapasitas di atas 1 MW atau lebih besar lagi untuk dibangung di lepas pantai.
Teknologi turbin atau kincir angin yang diperlukan dalam PLTB telah dikuasai oleh orang Indonesia dan beberapa industri lokal telah mampu membuatnya dengan baik. Generator yang digunakan bisa menggunakan generator induksi (yang murah dan kokoh) atau generator magnet permanen yang efisien. Kedua teknologi generator ini telah dikuasai oleh orang Indonesia dan beberapa industri telah mampu membuatnya. Yang menjadi masalah adalah bahan baku yang sebagian besar harus didatangkan dari luar. Teknologi penyearah dan inverter juga dikuasai oleh orang Indonesia walaupun industri yang mampu membuatnya masih terbatas. Di Indonesia juga tidak tersedia orang yang menguasai teknologi komponen elektronika daya, apalagi industrinya. Semua komponen elektronika daya harus didatangkan dari luar. Di Indonesia, peneliti yang mendalami teknologi elektronika daya juga sangat terbatas. Perkembangan kebutuhan akan pembangkit listrik berbasis SEA ini sebaiknya diambil oleh pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri elektronika daya berserta sumber daya manusianya.
Di tengah potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, total kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kilowatt. Di seluruh Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kW) sudah dibangun. Tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit. Mengacu pada kebijakan energi nasional, maka pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ditargetkan mencapai 250 megawatt (MW) pada tahun 2025. ( Sumber : Green and Clean Energi for Indonesia).

2.2              Mengapa dan Dalam Situasi Apa Teknologi Hibrid Berbasis Surya Dan Angin Dapat Diandalkan
Teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin mengapa perlu diterapkan dalam mencukupi kebutuhan energi dunia karna beberapa hal berikut :
a.       Perlunya solusi untuk mengurangi ketergantungan energi dari sumber daya fosil( energi tak terbarukan ) yang semakin menipis dan upaya untuk menyelamatkan bumi dari proses pengambilan energi ataupun dampak penggunaan energi  tersebut.
b.      Perlunya upaya pemberdayaan sumber energi terbarukan khususnya energi surya dan energi angin secara cepat dan tepat  , hal ini dimaksudkan agar biaya operasional penggunaan teknologi hibrid ini bisa ditekan sehingga bisa terjangkau diterapkan oleh seluruh masyarakat, dan diharapkan mampu menarik investor untuk  memproduksi teknologi hibrid ini dalm skala besar.
c.       Besarnya potensi energi surya dan energi angin yang melimpah di dunia, Potensi ini bukan hanya pada besarnya nilai energi yang dapat dihasilkan namun juga akan memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Dalam beberapa tahun mendatang diperkirakan dapat menjadi sumber energi tumpuan bagi Indonesia.
d.      Perubahan iklim akibat pemanasan global yang ternyata semakin meningkatkan potensi angin dan enrgi surya di Indonesia terutama di daerah-daerah tertentu seperti di Nusa Tenggara, pantai selatan Jawa Sumatera dan Sulawasi Selatan.
e.       Banyak negara-negara di dunia, termasuk Indonesia termasuk tertinggal dalam memanfaatkan energi angin dan energi surya sebagai sumber energi listrik.
f.       Semakin meledaknya jumlah penduduk di Indonesia menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan energi. Tingkat kebutuhan energi yang tinggi serta masih tergantungnya Indonesia akan sumber energi fosil menyebabkan polusi lingkungan yang semakin meningkat dan tentunya berpengaruh juga pada anggaran negara yang harus terus-menerus memberikan subsidi pada BBM.
g.      Tidak meratanya jumlah energi surya dan energi angin serta ketergantungan energi ini terhadap kondisi alam sehingga untuk mengatasinya diperlukan  teknologi hibrid agar mampu saling melengkapi kelemahan masing-masing.
h.      Menurut International Sustainable Energy Organization (ISEO) Biaya Energi Terbarukan seperti Energi Surya, Energi Angin, Panasbumi, Arus Laut dan Hidrogen akan turun di masa depan, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga Air (PLTA) akan naik (walaupun masih tetap rendah). Biaya Energi Tak Terbarukan seperti Minyak, Gas, Batubara dan Nuklir akan naik  di masa depan

2.3              Alat-Alat Rumah Tangga Yang Dapat Dioperasikan Dengan Teknologi Hibrid Berbasis Energi Surya Dan Energi Angin
Penulis berpendapat bahwa teknologi hibrid berbasis energi surya dan energi angin ini dapat dimanfaatkan secara langsung atau di konversi dalam bentuk energi listrik. Adapun kemungkinan alat-alat rumah tangga yang dapat dioperasikan dengan teknologi hibrid ini yaitu
a.       Pembangkit listrik
Penggunaan teknologi pembangkit listrik tenaga surya( PLTS ) dan teknologi pembangkit listrik tenaga banyu( angin )( PLTB ) ini sudah banyak diterapkan di negara-negara maju maupun negara berkembang baik secara industri besar atau pun skala rumah-rumah. Dengan saling melengkapi maka teknologi hibrid berbasis energi surya dan energi angin ini sangat mungkin dioperasikan untuk bersaing teknologi pembangkit listrik lainnya.
b.      Pengering hasil-hasil panen dan  pengering bahan-bahan basah
Di Indonesia energi surya dan energi angin dapat digunakan untuk mengeringkan hasil-hasil panen dengan cara memanfaatkan panas surya pada saat panas dan memanfaatkan energi angin sebagai cadangannya.  Untuk teknologi pengering bahan-bahan basah dapat kita contoh dari pengeringan baju ( jemuran ).
c.       Pengendali hama pertanian
Dalam keadaan musim panas, serangan hama pada pertanian meningkat sehingga bisa digunakan teknologi energi angin untuk mengatasinya, sedangkan dalam keadaan musim dingin serangan hama menurun, akan tetapi pada tanaman banyak terjadi penyakit sehingga diperlukan teknologi penyerapan panas guna untuk mengurangi kelembaban lahan pertanian.
d.      Kendaraan
Dewasa ini sudah mulai dikembangkan teknologi  kendaraan bertenaga surya yang murah dan ramah lingkungan, namun kendaraan ini sangat bergantung terhadap cuaca. Kekurangan teknologi kendaraan bertenaga surya ini diharapkan dapat dilengkapi dengan sumber energi angin, hal ini melihat potensi angin yang bisa dihasilkan oleh laju kendaraan.
e.       Pemanas dan pendingin ruangan
Dengan sistem sirkulasi udara dan sistem penyerapan panas diharapkan bisa mengatasi ketergantungan terhadap gas-gas yang berbahaya yang digunakan dalam pendingin ruangan.

2.4              Pemodelan Sistem Teknologi Hibrid Berbasis Energi Surya Dan Energi Angin
2.4.1    Pembangkit Energi Angin
Pembangkit energi angin mengubah energi kinetik yang dihasilkan angin menjadi energi listrik.Komponen utama pembangkit energi angin adalah turbin angin (wind turbine), unit generator listrik(electrical generation unit) dan pengendali (controller) seperti terlihat pada gambar 1 .

Gambar 1. Komponen sistem pembangkit energi angin.


Energi yang dihasilkan oleh turbin angin dinyatakan sebagai berikut. Energi kinetik yang dihasilkan oleh benda yang bergerak adalah


dimana m adalah massa udara yang mengenai turbin angin, dan v adalah kecepatan angin. Massa m tersebut dapat diturunkan dari persamaan berikut:


dimana  adalah densitas udara, A adalah luas daerah yang menyapu turbin angin, dan d adalah jarak yang ditempuh angin. Daya yang dihasilkan oleh turbin angin (Pw) merupakan energi kinetik per detik yang dinyatakan oleh

=
                                             
Energi aktual yang diserap turbin angin tergantung dari efisiensi turbin angin yang dinyatakan dalam ( ,β ) yang merupakan fungsi dari  (perbandingan kecepatan ujung: tip speed ratio) dan β (sudut angguk:pitch angle). Sudut angguk β adalah sudut antara bilah turbin dengan sumbu longitudinal (horisontal). Sedangkan perbandingan kecepatan ujung  didefinisikan sebagai perbandingan antara kecepatan rotor turbin dengan kecepatan angin, yang dinyatakan oleh persamaan


dimana  adalah kecepatan sudut turbin angin, dan R adalah jari-jari turbin angin.

2.4.2 Pembangkit Listrik Energi Surya

 Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah suatu teknologi pembangkit yang mengkonversikan energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini terjadi pada panel surya yang terdiri dari sel-sel Photovoltaik. Sel-sel ini merupakan lapisan-lapisan tipis dari silicon (Si) murni dan bahan semikondukator lainnya. Apabila  bahan tersebut mendapat energi foton, akan mengeksitasi elektron dari ikatan atomnya menjadi elektron yang bergerak bebas dan akhirnya akan mengeluarkan tegangan listrik arus searah. Dengan hubungan seri-paralel, sel fotovoltaik dapat digabungkan menjadi modul dengan jumlah sekitar 40 sel, selanjutnya gabungan dari sekitar 10 modul akan membentuk suatu array Photovoltaik.
PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan listrik DC (direct current), yang dapat diubah menjadi listrik AC (Alternating current) apabila diperlukan. PLTS pada dasarnya adalah pecatu daya dan dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri, maupun hibrid. Dengan metode desentralisasi (satu rumah satu pembangkit) maupun dengan metoda sentralisasi.
Komponen utama pembangkit energi surya adalah sel fotovoltaik (PV) yang dapat mengubah energi cahaya (foton) menjadi energi listrik. Efek fotovoltaik ditemukan pada tahun 1839 oleh Becquerel dan sel surya pertama kali dibuat oleh Laboratorium Bell pada tahun 1954. Gambar 2 memperlihatkan ilustrasi efek fotovoltaik yang mengubah energi foton menjadi listrik.
Gambar 2. Perubahan energi foton menjadi tegangan listrik pada sambungan p-n.
Gambar 3. Rangkaian ekivalen PV. 

Gambar 3 memperlihatkan rangkaian ekivalen PV yang terdiri dari sebuah sumber arus, dioda dan hambatan.

2.4.3  Baterai
Baterai merupakan piranti penyimpan energi dalam bentuk elektrokimia yang banyak digunakan untuk menyimpan energi untuk berbagai aplikasi, dai cadangan dapat digunakan energi cadangan. Terdapat dua jenis baterai, yaitu:

a.       Baterai primer, yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Reaksi elektrokimiayang terjadi bersifat non-reversible (tidak dapat balik). Sehingga setelah digunakan, baterai ini harus dibuang.
b.      Baterai sekunder atau dikenal dengan baterai rechargeable (bisa diisi ulang).Reaksi elektrokimia yang terjadi bersifat reversible (dapat balik). Sehingga setelah digunakan, baterai ini dapat diisi (charging) dengan memberikan arus listrik dari luar. Bateri jenis ini mengubah energi kimia menjadi energi listrik (pada saat digunakan), dan mengubah energi listrik menjadi kimia (pada saat diisi). Baterai rechargeable ini terdiri dari : leadacid (Pb-acid), nickel-cadmium (NiCd), nickel-metal hydride (NiMH), lithium-ion (Li-ion), lithium-polymer (Li-poly), zinc-air. Baterai lead-acid merupakan jenis baterai yang paling umum digunakan karena teknologi yang cukup mapan dan unjuk kerja yang tinggi terhadap harga, serta mempunyai kerapatan energi yang paling kecil terhadap berat dan isi. Baterai tipe shallow-cycle digunakan pada kendaraan dimana diperlukan energi awal untuk menghidupkan mesin. Sedangkan untuk penyimpanan energi, seperti dalam sistem pembangkit energi hibrid, digunakan tipe deep-cycle.

Rangkaian ekivalen baterai yang paling sederhana diperlihatkan pada gambar 5, dimana terdiri dari sebuah sumber tegangan dengan hambatan yang disusun seri. Dari gambar ini, tegangan pada terminal baterai () dinyatakan oleh
(t)
Dimana Vo adalah tegangan internal baterai, dan Ri adalah hambatan internal baterai, dan  (t) adalah arus yang mengalir dari/ke baterai.
Dimana Ebat_init adalah energi awal baterai.
Gambar 5. Rangkaian ekivalen baterai Lead-Acid [3]

2.4.4        Arsitektur Sistem Hibrid

Sistem pembangkit energi hibrid adalah sistem yang menggabungkan beberapa sumber energi untuk memasok energi listrik ke beban. Tujuan utama sistem hibrid adalah memaksmimalkan energi dengan harga murah, bebas polusi, kualitas daya yang bagus, dan energi yang berkesinambungan. Karena karakteristik dari masing-masing pembangkit yang berbeda-beda, menyebabkan beberapa variasi dalam arsitektur sistem hibrid seperti diperlihatkan pada gambar 6.

(a )
 
(b )
 
(c )
 

Gambar 6. Arsitektur sistem pembangkit energi hibrid.

Pada gambar 6(a), dilakukan sentralisasi bus-AC dimana semua pembangkit (angin, surya, diesel) dan baterai dihubungkan ke bus-AC utama sebelum disalurkan ke beban (grid). Arsitektur ini disebut sebagai arsitektur terpusat AC, karena daya yang dihasilkan oleh semua pembangkit dihubungkan ke beban melalui satu titik. Karena keluaran PV dan baterai adalah tegangan DC, maka diperlukan inverter untuk mengubah tegangan DC ke AC. Pada gambar 6(b), pembangkit dihubungkan ke beban secara desentralisasi, yaitu masing-masing pembangkit langsung dihubungkan ke beban dan tidak perlu dihubungkan ke satu bus-AC. Kelemahan dari sistem ini adalah kesulitan untuk mengendalikan sistem jika pembangkit diesel pada kondisi mati. Pada gambar 6(c), pembangkit terhubung ke beban secara terpusat menggunakan bus-DC. Dengan arsitektur ini, tegangan AC yang dihasilkan oleh pembangit energi angin dan diesel harus diubah menjadi tegangan searah. Selanjutnya inverter DC-AC digunakan untuk mengubah tegangan DC pada bus menjadi tegangan AC pada beban. Keutungan dari sistem ini adalah tidak diperlukan kendali frekuensi dan tegangan pada bus dan memungkinkan penggunaan variable speed generator dalam sistem. Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah adanya dua proses perubahan tegangan AC ke DC, lalu ke AC lagi, sehingga akan berpengaruh pada efisiensi sistem. Sistem hibrid yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pembangkit energi angin, surya dan baterai, dan menggunakan arsitektur seperti pada gambar 6(c). Pengendali yang dirancang dititikberatkan untuk mengatur proses pengisian (charge) dan pemakaian (discharge) baterai seperti diusulkan oleh. Algoritma proses ini digambarkan dengan diagram alir pada gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir proses charge dan discharge baterai
2.4.5        Kelebihan dan Kekurangan Teknologi Hibrid Berbasis Energi  Surya Dan Angin
Adapun kelebihan teknologi hibrid berbasis energi  surya dan angin adalah sebaga berikut :
1.      Teknologi berbasis energi  surya dan angin  ini mampu mengatasi masyarakat ketergantungan terhadap sumber energi takterbarukan, sehingga  dapat mencegah kerusakan lingkungan.
  1. Dapat menyediakan energi listrik dalam skala lokal regional maupun nasional
  2. Mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat yang ada
  3. Ramah lingkungan, dalam artian proses produksi dan pembuangan hasil produksinya tidak merusak lingkungan hidup disekitarnya.

5.      Sistem hibrid yang dirancang mempunyai prinsip kerja satu arah yaitu pada saat PLTS on maka PLTB off dan begitu pula sebaliknya
6.      Tidak memerlukan sistem transmisi (gearbox) yang mengakibatkan rendahnya efisiensi turbin.
7.      Pengendalian sistem dan pemeliharaan yang cenderung lebih mudah.
8.      Sistem dapat digunakan secara terus menerus baik baik pada temperatur rendah dan pada kecepatan angin yang rendah sekalipun (2,5 – 3 m/s), sehingga efisiensi tinggi.
9.      Teknologi ini hemat, berkualitas tinggi, dan ramah lingkungan.
Adapun kekurangan teknologi hibrid berbasis energi  surya dan angin adalah sebaga berikut :
1.      Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal.
2.      Belum banyak industry yang bermain di wilayah ini karena biaya investasi yang masih cenderung mahal.
3.      Belum ada pemetaan spasial yang spesifik dan akurat, yang secara khusus dilakukan untuk menghitung potensi aktual tiap daerah.
4.      Secara ekonomis, energi ini belum bisa bersaing dengan energi fosil. Mahal dan Rumitnya Instalasi Teknologi PLTB
5.      Edikitnya peneliti yang mencoba mengembangkan PLTB, mungkin pemerintah bisa membuat berbagai kebijakan yang mendukung berkembangnya PLTB ini, antara lain pemberian insentif atau bantuan dana bagi para peneliti yang berminat mengembangkan PLTB, mengurangi pajak bea-import bagi peralatan atau komponen yang berhubungan dengan pengembangan PLTB, ataupun mencarikan investor- investor yang siap membantu mengembangkan PLTB in

2.5               Upaya Pengoptimalan Penerapan Teknologi Hibrid Berbasis Energi Surya dan Angin di Indonesia
Strategi Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
Berdasar atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan peran energi terbarukan pada produksi energi listrik khususnya, maka beberapa strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:
  1. Meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber daya teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin secara lengkap di setiap wilayah; upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konversi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik; pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi terbarukan tersebut.
  2. Menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan produksi massal sistem pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimport dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak langsung terhadap biaya produksi.
  3. Memasyarakatkan pemanfaatan teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin sekaligus mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan beberapa proyek percontohan .
  4. Meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan upaya pelestarian lingkungan.
  5. Memberi prioritas pembangunan pada daerah yang meliki potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
  6. Memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Energi terbarukan yang berkembang pesat di dunia saat ini adalah energi angin dan energi matahari.  Sumber energi angin dan surya merupakan sumber energi terbarukan yang bersih dan tersedia secara bebas (free). Teknologi hibrid berbasis energi angin dan surya merupakan solusi tepat untuk memenuhi kebutuhan energi dunia yang hemat dan ramah lingkungan.
Teknologi berbasis energi  surya dan angin  ini mampu mengatasi masyarakat ketergantungan terhadap sumber energi takterbarukan, sehingga  dapat mencegah kerusakan lingkungan serta dapat menyediakan energi listrik dalam skala lokal regional maupun nasional dan mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat yang ada









DAFTAR PUSTAKA

Halliday, David.1978. PHYSIC, 3rd Edition. Jakarta: Erlangga