BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam
kondisi krisis energi sekarang ini negara-negara di dunia berlomba untuk
mencari dan memanfaatkan sumber energi alternatif untuk menjaga keamanan
ketersediaan sumber energinya. Krisis energi ini dikarenakan beberapa sebab
diantaranya semakin berkurangnya sumber daya alam terutama minyak bumi dan
makin bertambahnya jumlah sarana industri yang membutuhkan pasokan energi dari
sumber daya alam tadi. Dengan semakin berkembangnya teknologi di dunia,
kebutuhan energi di dunia juga ikut meningkat. Kenaikan kebutuhan energi
tersebut akan terus meningkat seiring kenaikan angka pertumbuhan penduduk di
dunia. Sebagian besar energi yang dikonsumsi merupakan energi fosil yang tidak
dapat diperbaharui (irenewable resources). Ketersediaan energi fosil
sebagai sumber energi utama sangat terbatas dan terus mengalami ancaman
kelangkaan kerena penggunaan energi tersebut dalam skala besar dan secara terus
menerus. Perlu adanya sumber energi alternatif baru yang dapat diperbaharui (renewable
resources) untuk menggantikan sumber energi fosil. Selain itu angka polusi
yang diakibatkan dari pembangkitan energi bahan bakar fosil tersebut sangat
besar.
Energi terbarukan yang berkembang pesat di dunia
saat ini adalah energi angin dan energi matahari. Sumber energi angin dan surya merupakan
sumber energi terbarukan yang bersih dan tersedia secara bebas (free).
Masalah utama dari kedua jenis energi tersebut adalah tidak tersedia terus
menerus. Energi surya hanya tersedia pada siang hari ketika cuaca cerah (tidak
mendung atau hujan). Sedangkan energi angin tersedia pada waktu yang seringkali
tidak dapat diprediksi (sporadic), dan sangat berfluktuasi tergantung
cuaca atau musim. Untuk mengatasi permasalahan di atas, teknik hibrid banyak
digunakan untuk menggabungkan beberapa jenis pembangkit listrik, seperti
pembangkit energi angin, surya, dan diesel, pembangkit energi angin dan surya,
pembangkit energi angin dan diesel. Dalam teknik hibrid ini, pada umumnya
baterai digunakan sebagai penyimpan energi sementara, dan sebuah pengendali
digunakan untuk mengoptimalkan pemakaian energi dari masing-masing sumber dan
baterai, disesuaikan dengan beban dan ketersedian energi dari sumber energi
yang digunakan.
Mengingat bervariasinya lingkungan
yang menentukan ketersediaan sumber energi angin dan surya, diperlukan
pemodelan pembangkit energi angin dan listrik serta baterai penyimpanan untuk
mempermudah perancangan dan analisa sistem pembangkit tersebut. Demikian juga
pemodelan sistem hibrid juga diperlukan dalam perancangan pengendali hibrid
untuk mengoptimalkan kinerja masing-masing pembangkit yang digunakan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Kelebihan dan kekurangan teknologi
hibrid berbasis energi surya dan angin dibandingkan dengan teknologi berbasis
hanya salah satu dari energi surya atau angin.
2. Alat-alat
rumah tangga apa saja yang mungkin dapat didisain untuk dioperasikan dengan
teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin.
3. Daerah-daerah
yang berpotensi menggunakan teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin .
4. Mekanisme
kerja teknologi hibrid berbasisenergi surya dan angin.
5. Pemilihan
model sistem teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin
6.
Upaya
mengoptimalkan penerapan teknologi hibrid berbasis energi surya dan
angin di Indonesia.
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui kelebihan dan kekurangan
teknologi hibrid berbasis surya dan angin untuk menjadi solusi krisis sumber
energi.
2.
Mengetahui potensi teknologi hibrid
berbasis surya dan angin di indonesia untuk sumber energi yang terbarukan yang
bebas polusi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Potensi
Energi Surya dan Angin di Indonesia
2.1.1
Ketersedian
energi terbarukan dan tidak terbarukan di indonesia
Terdapat
beberapa anggapan yang keliru mengenai energi di Indonesia diantaranya:
1.
Indonesia adalah Negara yang kaya minyak, padahal
tidak. Kita lebih banyak memiliki energi lain seperti batubara, gas, CBM (Coal
Bed Methane), panas bumi, air, BBN (Bahan Bakar Nabati) dan sebagainya,
2.
Harga BBM (Bahan Bakar Minyak) harus murah sekali tanpa
berpikir bahwa hal ini menyebabkan terkurasnya dana Pemerintah untuk subsidi
harga BBM, ketergantungan kita kepada BBM yang berkelanjutan serta kepada impor
minyak dan BBM yang makin lama makin besar serta makin sulitnya energi lain
berkembang,
3.
investor akan datang dengan sendirinya tanpa perlu kita
bersikap bersahabat dan memberikan iklim investasi yang baik,
4.
peningkatan kemampuan Nasional akan terjadi dengan sendirinya
tanpa keberpihakan Pemerintah.
Potensi
Energi Nasional 2010 (Sumber: ESDM 2011) diberikan pada Tabel 1 yang
terdiri dari energi fosil dan energi non fosil. Terlihat bahwa cadangan
terbukti minyak Indonesia tinggal 3,7 milyar barel. Justru, kita lebih
banyak memiliki energi non minyak.
Tabel 1 Potensi
Energi Nasional 2010
No
|
ENERGI FOSIL (TIDAK TERBARUKAN)
|
SUMBER DAYA
|
CADANGAN TERBUKTI
|
POTENSIAL (Probable+Possible)
|
PRODUKSI
(per Tahun)
|
1
|
Minyak
Bumi (milyar barel)
|
56,6
|
3,7
|
4,3
|
0,346
|
2
|
Gas Bumi (TSCF)
|
334,5
|
112,4
|
57,6
|
2,9
|
3
|
Batubara (milyar
ton)
|
104,8
|
5,5
|
13,3
|
0,254
|
4
|
Coal Bed
Methane/CBM (TSCF)
|
453
|
-
|
-
|
-
|
5
|
Shale gas
(TSCF)
|
574
|
-
|
-
|
-
|
NO
|
ENERGI TERBARUKAN
|
SUMBER DAYA
(SD)
|
KAPASITAS TERPASANG (KT)
|
RASIO KT/SD
(%)
|
1
|
Tenaga Air
|
75,670 MW
|
5,705.29 MW
|
7.54
|
2
|
Panas Bumi
|
29,038
MW
|
1,189 MW
|
4.00
|
3
|
Mini/Mikro
Hydro
|
769.69 MW
|
217.89 MW
|
28.31
|
4
|
Biomass
|
49,810 MW
|
1,618.40 MW
|
3.25
|
5
|
Tenaga
Surya
|
4.80 kWh/m2/day
|
13.5 MW
|
-
|
6
|
Tenaga
Angin
|
3 – 6 m/s
|
1.87 MW
|
-
|
7
|
Uranium
|
3.000 MW
(e.q. 24,112 ton) for 11 years*)
|
30 MW
|
1.00
|
*) Hanya di Kalan –
West Kalimantan
Sumber
ESDM 2011
Produksi dan
Cadangan Terbukti Minyak kita turun terus. Walaupun cadangan terbukti gas kita
empat kali lipat cadangan Minyak tetapi program konversi Minyak ke Gas Domestik
tidak berjalan mulus. 52 persen gas diekspor. Program 10.000 MW PLTU (Uap)
Batubara tidak berjalan mulus dan 70 persen produksi batubara kita
diekspor. PLTA (Air) di luar Jawa kurang berkembang. Program Bahan
Bakar Nabati tidak berjalan seperti yang diharapkan. PLTS (Surya)
dan PLTB (Bayu) banyak yang tidak berfungsi lagi. Berarti ada yang tidak pas di
Negeri ini. Marilah kita evaluasi satu per satu.
Minyak kurang
berkembang karena sistem fiskal dan iklim investasi yang kurang menarik.
Gas kurang termanfaatkan untuk domestik karena harga domestik yang tidak
menarik dan tidak disiapkannya infrastruktur dimasa lalu. PLTU batubara 10.000
MW kurang berkembang karena terdapat masalah negosiasi, birokrasi
dan koordinasi. Kebanyakan batubara diekspor karena harga domestik yang kurang
menarik dibandingkan harga ekspor. PLTA kurang berkembang karena masalah
birokrasi, koordinasi, promosi dan kemauan politik untuk mengembangkan industri
di luar Jawa. Panasbumi kurang berkembang karena harga domestik yang tidak
menarik di masa lalu. Bioenergi kurang berkembang karena masalah harga,
peraturan, insentif, birokrasi, koordinasi dan litbang. Surya dan
bayu tidak terawat karena kurang dikembangkan litbang dan Kemampuan Nasional
disamping masalah birokrasi dan koordinasi. Konservasi kurang berhasil karena
harga energi murah, peraturan (kurangnya insentif untuk penghematan energi),
kurangnya transportasi umum yang baik dan kurangnya dukungan bagi litbang serta
kurangnya peningkatan kemampuan nasional untuk itu.
Menurut
International Sustainable Energy Organization (ISEO) Biaya Energi
Terbarukan seperti Energi Surya, Energi Angin, Panasbumi, Arus Laut dan
Hidrogen akan turun di masa depan, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga
Air (PLTA) akan naik (walaupun masih tetap rendah). Biaya Energi Tak Terbarukan
seperti Minyak, Gas, Batubara dan Nuklir akan naik di masa depan.
2.1.2
Potensi
energi surya di Indonesia
Tenaga surya
atau solar sel merupakan salah satu sumber yang cukup menjanjikan di Indonesia.
Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh
permukaan bumi sebesar 69 % dari total energi pancaran matahari. Suplai energi
surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa
besarnya yaitu mencapai 3 x joule pertahun, energi ini setara dengan 2 x Watt. Jumlah energi sebesar itu setara dengan
10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan
menutup 0,1 persen saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki
efisiensi 10 % sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia
saat ini.
Pada tengah
hari yang cerah radiasi sinar matahari mampu mencapai 1000 Watt/m2. Jika sebuah divais semikonductor seluas 1 m2 memiliki efisiensi 10 % maka modul solar sel
ini mampu memberikan tenaga listrik sebesar 100 Watt. Saat ini efisiensi modul
solar sel komersial berkisar antara 5 – 15 % tergantung material penyusunnya. Karena
fleksibel, sel surya yang dihasilkan bisa dibentuk seperti genting, jendela,
atau bentuk bagian bangunan lainnya.
Indonesia
terletak di garis katulistiwa, sehingga Indonesia mempunyai sumber energi
surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8
kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia (Irawan dan Ira
Fitriana : 2005). Dengan berlimpahnya sumber energi surya yang belum
dimanfaatkan secara optimal, sedangkan di sisi lain ada sebagian wilayah
Indonesia yang belum terlistriki karena tidak terjangkau oleh jaringan listrik
PLN, sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan sistemnya yang
modular dan mudah dipindahkan merupakan salah satu solusi yang dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu pembangkit listrik alternatif.
2.1.3
Potensi
energi angin di Indonesia.
Energi angin
sebagai renewable energy dianggap sebagai energi yang murah bahkan gratis
karena dapat ditemukan langsung di alam dan merupakan sumber energi yang jika
digunakan akan mengurangi level emisi gas rumah kaca yang biasanya dihasilkan
oleh sumber energi fosil, berarti energi angin bisa dikatakan sebagai jawaban
dari masalah lingkungan. Energi angin sudah mulai dikembangkan di Indonesia
dalam bentuk pembuatan pembangkit listrik tenaga angin atau di Indonesia
disebut pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), namun PLTB ini masih tahap
pengembangan dan percontohan,perhatian pemerintah sepertinya masih berfokus
pada sumber energi fosil yang dikatakan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi dan
masih cukup efisien jika digunakan sebagai pembangkit listrik, padahal negara
kita menjadi tuan rumah dalam konferensi perubahan iklim.
Pembangkit listrik tenaga angin memanfaatkan energi
kinetik dari angin yang bergantung kepada kecepatan angin untuk menggerakkan
turbin angin, di mana energi kinetik dari angin akan menjadi energi mekanik
untuk membuat turbin berputar, turbin ini dihubungkan langsung dengan rotor
dari generator, generator inilah yang akan mengubah energi mekanik menjadi
energi listrik, energi listrik yang dihasilkan akan disimpan didalam
battery/accu sebelum dapat dimanfaatkan.
Potensi energi angin di Indonesia cukup melimpah jika dilihat dari panjangnya garis pantai Indonesia yang mencapai ± 80.791,42 Km, karena kawasan pesisir dinilai cocok dalam pengembangan pembangkit listrik ini, dari data milik Departemen ESDM RI yang disebut Blueprint Energi Nasional (BEN) dikatakan bahwa potensi PLTB di Indonesia bisa mencapai 9,29 GW,sedangkan saat ini baru sekitar 0,5 GW yang dikembangkan, hal ini membuktikan bahwa minat mengembangkan teknologi ini masih sangat minim, dapat dibayangkan jika PLTB mengurangi penggunaan pembangkit listrik tenaga fosil, maka emisi karbon yang dihasilkan oleh Indonesia akan menurun drastis.
Potensi energi angin di Indonesia cukup melimpah jika dilihat dari panjangnya garis pantai Indonesia yang mencapai ± 80.791,42 Km, karena kawasan pesisir dinilai cocok dalam pengembangan pembangkit listrik ini, dari data milik Departemen ESDM RI yang disebut Blueprint Energi Nasional (BEN) dikatakan bahwa potensi PLTB di Indonesia bisa mencapai 9,29 GW,sedangkan saat ini baru sekitar 0,5 GW yang dikembangkan, hal ini membuktikan bahwa minat mengembangkan teknologi ini masih sangat minim, dapat dibayangkan jika PLTB mengurangi penggunaan pembangkit listrik tenaga fosil, maka emisi karbon yang dihasilkan oleh Indonesia akan menurun drastis.
Sebagai
negara yang berada di ekuator, potensi dari PLTB memang tidak terlalu besar.
Akan tetapi berdasarkan data yang ada, ada beberapa daerah di Indonesia, misal
NTB dan NTT, yang mempunyai potensi bagus. Sebagian besar daerah di Indonesia
mempunyai kecepatan angin rata-rata sekitar 4 m/s, kecuali di dua propinsi
tersebut. Oleh sebab itu, PLTB yang cocok dikembangkan di Indonesia adalah
pembangkit dengan kapasitas di bawah 100 kW. Tentu saja ini berbeda dengan
Eropa yang berkonsentrasi untuk mengembangkan PLTB dengan kapasitas di atas 1
MW atau lebih besar lagi untuk dibangung di lepas pantai.
Teknologi
turbin atau kincir angin yang diperlukan dalam PLTB telah dikuasai oleh orang
Indonesia dan beberapa industri lokal telah mampu membuatnya dengan baik.
Generator yang digunakan bisa menggunakan generator induksi (yang murah dan
kokoh) atau generator magnet permanen yang efisien. Kedua teknologi generator
ini telah dikuasai oleh orang Indonesia dan beberapa industri telah mampu
membuatnya. Yang menjadi masalah adalah bahan baku yang sebagian besar harus
didatangkan dari luar. Teknologi penyearah dan inverter juga dikuasai oleh
orang Indonesia walaupun industri yang mampu membuatnya masih terbatas. Di
Indonesia juga tidak tersedia orang yang menguasai teknologi komponen
elektronika daya, apalagi industrinya. Semua komponen elektronika daya harus
didatangkan dari luar. Di Indonesia, peneliti yang mendalami teknologi
elektronika daya juga sangat terbatas. Perkembangan kebutuhan akan pembangkit
listrik berbasis SEA ini sebaiknya diambil oleh pemerintah Indonesia untuk
mengembangkan industri elektronika daya berserta sumber daya manusianya.
Di tengah
potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, total kapasitas terpasang
dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kilowatt. Di
seluruh Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing
80 kilowatt (kW) sudah dibangun. Tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama
menyusul dibangun di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit,
Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung,
masing-masing satu unit. Mengacu pada kebijakan energi nasional, maka
pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ditargetkan mencapai 250 megawatt (MW)
pada tahun 2025. ( Sumber : Green and Clean Energi for Indonesia).
2.2
Mengapa dan
Dalam Situasi Apa Teknologi
Hibrid Berbasis Surya Dan Angin Dapat Diandalkan
Teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin
mengapa perlu diterapkan dalam mencukupi kebutuhan energi dunia karna beberapa
hal berikut :
a.
Perlunya solusi untuk mengurangi
ketergantungan energi dari sumber daya fosil( energi tak terbarukan ) yang
semakin menipis dan upaya untuk menyelamatkan bumi dari proses pengambilan
energi ataupun dampak penggunaan energi tersebut.
b.
Perlunya upaya pemberdayaan sumber
energi terbarukan khususnya energi surya dan energi angin secara cepat dan
tepat , hal ini dimaksudkan agar biaya
operasional penggunaan teknologi hibrid ini bisa ditekan sehingga bisa
terjangkau diterapkan oleh seluruh masyarakat, dan diharapkan mampu menarik
investor untuk memproduksi teknologi
hibrid ini dalm skala besar.
c.
Besarnya potensi energi surya dan energi
angin yang melimpah di dunia, Potensi ini bukan hanya pada besarnya nilai
energi yang dapat dihasilkan namun juga akan memberikan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat Indonesia. Dalam beberapa tahun mendatang diperkirakan dapat menjadi
sumber energi tumpuan bagi Indonesia.
d.
Perubahan iklim akibat pemanasan global yang
ternyata semakin meningkatkan potensi angin dan enrgi surya di Indonesia
terutama di daerah-daerah tertentu seperti di Nusa Tenggara, pantai selatan
Jawa Sumatera dan Sulawasi Selatan.
e.
Banyak negara-negara di dunia, termasuk Indonesia
termasuk tertinggal dalam memanfaatkan energi angin dan energi surya sebagai
sumber energi listrik.
f.
Semakin meledaknya jumlah penduduk di
Indonesia menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan energi. Tingkat
kebutuhan energi yang tinggi serta masih tergantungnya Indonesia akan sumber
energi fosil menyebabkan polusi lingkungan yang semakin meningkat dan tentunya
berpengaruh juga pada anggaran negara yang harus terus-menerus memberikan
subsidi pada BBM.
g.
Tidak meratanya jumlah energi surya dan
energi angin serta ketergantungan energi ini terhadap kondisi alam sehingga
untuk mengatasinya diperlukan teknologi
hibrid agar mampu saling melengkapi kelemahan masing-masing.
h.
Menurut International Sustainable Energy
Organization (ISEO) Biaya Energi Terbarukan seperti Energi Surya, Energi
Angin, Panasbumi, Arus Laut dan Hidrogen akan turun di masa depan, sedangkan
Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga Air (PLTA) akan naik (walaupun masih tetap
rendah). Biaya Energi Tak Terbarukan seperti Minyak, Gas, Batubara dan Nuklir
akan naik di masa depan
2.3
Alat-Alat
Rumah Tangga Yang Dapat Dioperasikan Dengan Teknologi Hibrid Berbasis Energi
Surya Dan Energi Angin
Penulis
berpendapat bahwa teknologi hibrid berbasis energi surya dan energi angin ini
dapat dimanfaatkan secara langsung atau di konversi dalam bentuk energi
listrik. Adapun kemungkinan alat-alat rumah tangga yang dapat dioperasikan
dengan teknologi hibrid ini yaitu
a.
Pembangkit listrik
Penggunaan
teknologi pembangkit listrik tenaga surya( PLTS ) dan teknologi pembangkit
listrik tenaga banyu( angin )( PLTB ) ini sudah banyak diterapkan di
negara-negara maju maupun negara berkembang baik secara industri besar atau pun
skala rumah-rumah. Dengan saling melengkapi maka teknologi hibrid berbasis
energi surya dan energi angin ini sangat mungkin dioperasikan untuk bersaing
teknologi pembangkit listrik lainnya.
b.
Pengering hasil-hasil panen dan pengering bahan-bahan basah
Di
Indonesia energi surya dan energi angin dapat digunakan untuk mengeringkan
hasil-hasil panen dengan cara memanfaatkan panas surya pada saat panas dan
memanfaatkan energi angin sebagai cadangannya.
Untuk teknologi pengering bahan-bahan basah dapat kita contoh dari
pengeringan baju ( jemuran ).
c.
Pengendali hama pertanian
Dalam
keadaan musim panas, serangan hama pada pertanian meningkat sehingga bisa
digunakan teknologi energi angin untuk mengatasinya, sedangkan dalam keadaan
musim dingin serangan hama menurun, akan tetapi pada tanaman banyak terjadi
penyakit sehingga diperlukan teknologi penyerapan panas guna untuk mengurangi
kelembaban lahan pertanian.
d.
Kendaraan
Dewasa
ini sudah mulai dikembangkan teknologi kendaraan bertenaga surya yang murah dan ramah
lingkungan, namun kendaraan ini sangat bergantung terhadap cuaca. Kekurangan
teknologi kendaraan bertenaga surya ini diharapkan dapat dilengkapi dengan sumber
energi angin, hal ini melihat potensi angin yang bisa dihasilkan oleh laju
kendaraan.
e.
Pemanas dan pendingin ruangan
Dengan
sistem sirkulasi udara dan sistem penyerapan panas diharapkan bisa mengatasi
ketergantungan terhadap gas-gas yang berbahaya yang digunakan dalam pendingin
ruangan.
2.4
Pemodelan
Sistem Teknologi
Hibrid Berbasis Energi Surya Dan Energi Angin
2.4.1 Pembangkit Energi Angin
Pembangkit energi angin mengubah energi kinetik yang
dihasilkan angin menjadi energi listrik.Komponen utama pembangkit energi angin
adalah turbin angin (wind turbine), unit generator listrik(electrical
generation unit) dan pengendali (controller) seperti terlihat pada
gambar 1 .
Gambar
1. Komponen sistem pembangkit energi angin.
Energi
yang dihasilkan oleh turbin angin dinyatakan sebagai berikut. Energi kinetik
yang dihasilkan oleh benda yang bergerak adalah
dimana
m adalah massa udara yang mengenai turbin angin, dan v adalah
kecepatan angin. Massa m tersebut dapat diturunkan dari persamaan
berikut:
dimana
adalah densitas
udara, A adalah luas daerah yang menyapu turbin angin, dan d adalah
jarak yang ditempuh angin. Daya yang dihasilkan oleh turbin angin (Pw)
merupakan energi kinetik per detik yang dinyatakan oleh
=
Energi
aktual yang diserap turbin angin tergantung dari efisiensi turbin angin yang
dinyatakan dalam ( ,β ) yang merupakan
fungsi dari (perbandingan
kecepatan ujung: tip speed ratio) dan β (sudut angguk:pitch
angle). Sudut angguk β adalah sudut antara bilah turbin dengan
sumbu longitudinal (horisontal). Sedangkan perbandingan kecepatan ujung didefinisikan
sebagai perbandingan antara kecepatan rotor turbin dengan kecepatan angin, yang
dinyatakan oleh persamaan
dimana
adalah
kecepatan sudut turbin angin, dan R adalah jari-jari turbin angin.
2.4.2
Pembangkit Listrik Energi Surya
Pembangkit
Listrik Tenaga Surya adalah suatu teknologi pembangkit yang mengkonversikan
energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini terjadi pada panel
surya yang terdiri dari sel-sel Photovoltaik. Sel-sel ini merupakan
lapisan-lapisan tipis dari silicon (Si) murni dan bahan semikondukator lainnya.
Apabila bahan tersebut mendapat energi
foton, akan mengeksitasi elektron dari ikatan atomnya menjadi elektron yang
bergerak bebas dan akhirnya akan mengeluarkan tegangan listrik arus searah.
Dengan hubungan seri-paralel, sel fotovoltaik dapat digabungkan menjadi modul
dengan jumlah sekitar 40 sel, selanjutnya gabungan dari sekitar 10 modul akan
membentuk suatu array Photovoltaik.
PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan
listrik DC (direct current), yang dapat diubah menjadi listrik AC (Alternating
current) apabila diperlukan. PLTS pada dasarnya adalah pecatu daya dan
dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar,
baik secara mandiri, maupun hibrid. Dengan metode desentralisasi (satu rumah
satu pembangkit) maupun dengan metoda sentralisasi.
Komponen utama pembangkit energi surya adalah sel
fotovoltaik (PV) yang dapat mengubah energi cahaya (foton) menjadi energi
listrik. Efek fotovoltaik ditemukan pada tahun 1839 oleh Becquerel dan sel
surya pertama kali dibuat oleh Laboratorium Bell pada tahun 1954. Gambar 2
memperlihatkan ilustrasi efek fotovoltaik yang mengubah energi foton menjadi
listrik.
Gambar
2. Perubahan energi foton menjadi tegangan listrik pada sambungan p-n.
Gambar
3. Rangkaian ekivalen PV.
Gambar 3 memperlihatkan rangkaian ekivalen PV yang
terdiri dari sebuah sumber arus, dioda dan hambatan.
2.4.3
Baterai
Baterai merupakan piranti penyimpan energi dalam
bentuk elektrokimia yang banyak digunakan untuk menyimpan energi untuk berbagai
aplikasi, dai cadangan dapat digunakan energi cadangan. Terdapat dua jenis
baterai, yaitu:
a. Baterai
primer, yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Reaksi
elektrokimiayang terjadi bersifat non-reversible (tidak dapat balik).
Sehingga setelah digunakan, baterai ini harus dibuang.
b. Baterai
sekunder atau dikenal dengan baterai rechargeable (bisa diisi
ulang).Reaksi elektrokimia yang terjadi bersifat reversible (dapat
balik). Sehingga setelah digunakan, baterai ini dapat diisi (charging)
dengan memberikan arus listrik dari luar. Bateri jenis ini mengubah energi
kimia menjadi energi listrik (pada saat digunakan), dan mengubah energi listrik
menjadi kimia (pada saat diisi). Baterai rechargeable ini terdiri dari :
leadacid (Pb-acid), nickel-cadmium (NiCd), nickel-metal
hydride (NiMH), lithium-ion (Li-ion), lithium-polymer
(Li-poly), zinc-air. Baterai lead-acid merupakan jenis
baterai yang paling umum digunakan karena teknologi yang cukup mapan dan unjuk
kerja yang tinggi terhadap harga, serta mempunyai kerapatan energi yang paling
kecil terhadap berat dan isi. Baterai tipe shallow-cycle digunakan pada
kendaraan dimana diperlukan energi awal untuk menghidupkan mesin. Sedangkan
untuk penyimpanan energi, seperti dalam sistem pembangkit energi hibrid,
digunakan tipe deep-cycle.
Rangkaian ekivalen baterai yang paling sederhana
diperlihatkan pada gambar 5, dimana terdiri dari sebuah sumber tegangan dengan hambatan
yang disusun seri. Dari gambar ini, tegangan pada terminal baterai () dinyatakan oleh
(t)
Dimana
Vo adalah tegangan internal baterai, dan Ri adalah hambatan internal baterai,
dan (t) adalah arus yang mengalir dari/ke baterai.
Dimana
Ebat_init adalah energi awal baterai.
Gambar
5. Rangkaian ekivalen baterai Lead-Acid [3]
2.4.4
Arsitektur Sistem Hibrid
Sistem pembangkit energi hibrid adalah sistem yang
menggabungkan beberapa sumber energi untuk memasok energi listrik ke beban.
Tujuan utama sistem hibrid adalah memaksmimalkan energi dengan harga murah,
bebas polusi, kualitas daya yang bagus, dan energi yang berkesinambungan. Karena
karakteristik dari masing-masing pembangkit yang berbeda-beda, menyebabkan
beberapa variasi dalam arsitektur sistem hibrid seperti diperlihatkan pada
gambar 6.
|
|
|
Gambar
6. Arsitektur sistem pembangkit energi hibrid.
Pada
gambar 6(a), dilakukan sentralisasi bus-AC dimana semua pembangkit (angin,
surya, diesel) dan baterai dihubungkan ke bus-AC utama sebelum disalurkan ke
beban (grid). Arsitektur ini disebut sebagai arsitektur terpusat AC,
karena daya yang dihasilkan oleh semua pembangkit dihubungkan ke beban melalui
satu titik. Karena keluaran PV dan baterai adalah tegangan DC, maka diperlukan inverter
untuk mengubah tegangan DC ke AC. Pada gambar 6(b), pembangkit dihubungkan
ke beban secara desentralisasi, yaitu masing-masing pembangkit langsung
dihubungkan ke beban dan tidak perlu dihubungkan ke satu bus-AC. Kelemahan dari
sistem ini adalah kesulitan untuk mengendalikan sistem jika pembangkit diesel
pada kondisi mati. Pada gambar 6(c), pembangkit terhubung ke beban secara
terpusat menggunakan bus-DC. Dengan arsitektur ini, tegangan AC yang dihasilkan
oleh pembangit energi angin dan diesel harus diubah menjadi tegangan searah.
Selanjutnya inverter DC-AC digunakan untuk mengubah tegangan DC pada bus
menjadi tegangan AC pada beban. Keutungan dari sistem ini adalah tidak
diperlukan kendali frekuensi dan tegangan pada bus dan memungkinkan penggunaan variable
speed generator dalam sistem. Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah
adanya dua proses perubahan tegangan AC ke DC, lalu ke AC lagi, sehingga akan
berpengaruh pada efisiensi sistem. Sistem hibrid yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari pembangkit energi angin, surya dan baterai, dan
menggunakan arsitektur seperti pada gambar 6(c). Pengendali yang dirancang dititikberatkan
untuk mengatur proses pengisian (charge) dan pemakaian (discharge)
baterai seperti diusulkan oleh. Algoritma proses ini digambarkan dengan diagram
alir pada gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir proses charge
dan discharge baterai
2.4.5
Kelebihan
dan Kekurangan Teknologi
Hibrid Berbasis Energi Surya Dan Angin
Adapun kelebihan teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin adalah sebaga berikut :
1.
Teknologi berbasis energi surya dan angin ini mampu mengatasi masyarakat ketergantungan
terhadap sumber energi takterbarukan, sehingga dapat mencegah kerusakan lingkungan.
- Dapat menyediakan energi listrik dalam skala lokal regional maupun nasional
- Mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat yang ada
- Ramah lingkungan, dalam artian proses produksi dan pembuangan hasil produksinya tidak merusak lingkungan hidup disekitarnya.
5. Sistem hibrid yang dirancang mempunyai prinsip kerja
satu arah yaitu pada saat PLTS on maka PLTB off dan begitu pula sebaliknya
6.
Tidak memerlukan sistem transmisi (gearbox)
yang mengakibatkan rendahnya efisiensi turbin.
7.
Pengendalian sistem dan pemeliharaan
yang cenderung lebih mudah.
8.
Sistem dapat digunakan secara terus
menerus baik baik pada temperatur rendah dan pada kecepatan angin yang rendah
sekalipun (2,5 – 3 m/s), sehingga efisiensi tinggi.
9.
Teknologi ini hemat, berkualitas tinggi, dan ramah lingkungan.
Adapun kekurangan teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin adalah sebaga berikut :
1. Biaya
investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan
modal awal.
2. Belum
banyak industry yang bermain di wilayah ini karena biaya investasi yang masih
cenderung mahal.
3. Belum
ada pemetaan spasial yang spesifik dan akurat, yang secara khusus dilakukan
untuk menghitung potensi aktual tiap daerah.
4. Secara
ekonomis, energi ini belum bisa bersaing dengan energi fosil. Mahal dan
Rumitnya Instalasi Teknologi PLTB
5. Edikitnya
peneliti yang mencoba mengembangkan PLTB, mungkin pemerintah bisa membuat
berbagai kebijakan yang mendukung berkembangnya PLTB ini, antara lain pemberian
insentif atau bantuan dana bagi para peneliti yang berminat mengembangkan PLTB,
mengurangi pajak bea-import bagi peralatan atau komponen yang berhubungan
dengan pengembangan PLTB, ataupun mencarikan investor- investor yang siap
membantu mengembangkan PLTB in
2.5
Upaya Pengoptimalan Penerapan Teknologi Hibrid Berbasis Energi
Surya dan Angin di Indonesia
Strategi
Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
Berdasar atas kendala-kendala yang
dihadapi dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan peran energi terbarukan
pada produksi energi listrik khususnya, maka beberapa strategi yang mungkin
diterapkan, antara lain:
- Meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber daya teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin secara lengkap di setiap wilayah; upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konversi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik; pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi terbarukan tersebut.
- Menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan produksi massal sistem pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimport dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak langsung terhadap biaya produksi.
- Memasyarakatkan pemanfaatan teknologi hibrid berbasis energi surya dan angin sekaligus mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan beberapa proyek percontohan .
- Meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan upaya pelestarian lingkungan.
- Memberi prioritas pembangunan pada daerah yang meliki potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
- Memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Energi
terbarukan yang berkembang pesat di dunia saat ini adalah energi angin dan
energi matahari. Sumber energi angin dan
surya merupakan sumber energi terbarukan yang bersih dan tersedia secara bebas
(free). Teknologi hibrid berbasis energi angin dan surya merupakan
solusi tepat untuk memenuhi kebutuhan energi dunia yang hemat dan ramah
lingkungan.
Teknologi
berbasis energi surya dan angin ini mampu mengatasi masyarakat ketergantungan
terhadap sumber energi takterbarukan, sehingga
dapat mencegah kerusakan lingkungan serta dapat
menyediakan energi listrik dalam skala lokal regional maupun nasional dan mampu
memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat yang ada
DAFTAR PUSTAKA
Halliday, David.1978. PHYSIC,
3rd Edition. Jakarta: Erlangga